Kisah Nabi Nuh, Metafora Kemendikbud Kita
Nabi Nuh adalah salah satu nabi yang memiliki kaum
yang amat keras kepala hingga akhirnya banyak yang tenggelam. Beliau hanya
mampu menyelamatkan beberapa pengikut saja yang meyakini beliau ke dalam
kapalnya. Kisahnya menjadi pedoman berharga bagi manusia generasi berikutnya
sampai kini.
Kisah yang hampir sama dengan nabi Nuh di jaman modern
kelihatannya akan terjadi pada lokasi yang berbeda, tepatnya di lembaga
terhormat menteri pendidikan dan kebudayaan kita. Meski berbeda status dan
penempatannya tapi metafora antara keduanya -bolehlah- dibandingkan.
Jika nabi Nuh memiliki wilayah yang dihuni oleh kaum
pembangkang, terlalu pintar dan merasa paling hebat maka M Nuh pun tak lebih
dari itu, kini ia berada dalam lingkungan Kementrian (kemendikbud) yang
berisikan sejumlah pakar-pakar teramat pintar dengan aneka kepentingan.
Lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah untuk mengurus
dan mengembangkan sistim pendidikan nasional sejak 19 Agustus 1945 lalu hingga
kini telah mencetak 26 menteri . Sejak Ki Hajar Dewantara (Menteri Pengajaran
yang pertama) hingga kepada Mohammad Nuh (sejak 22 Oktober 2009 sampai
sekarang). Sejak 19 Okotber 2011, lembaga itu hampir setiap saat menimbulkan
tanda tanya, selain itu juga mengalami perubahan nama demi nama sesuai
selera petinggi lembaga tersebut.
Selama kurun waktu bersama 26 menteri yang datang dan
pergi silih berganti tersebut tercatat 8 kali perubahan nama lembaga
pendidikan ini dengan catatan sebagai berikut :
- Pada 19 Agustus 1945, menteri lembaga ini disebut dengan Menteri Pengajaran, dijabat oleh Ki Hajar Dewantara
- Pada 29 Januari 1948, menteri lembaga ini disebut dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dijabat oleh Ali Sostroamidjoyo
- Pada 22 Agustus 1955, menteri lemabaga ini berubah menjadi Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan, dijabat oleh RM. Suwandi.
- Pada 24 Maret 1956, menteri lembaga ini berubah lagi menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang dijabat oleh Sarino Mangunpranoto.
- Pada 10 Juli 1959, menteri lembaga ini berubah lagi menjadi Menteri Muda Pendidikan dan Kebudayaan dijabat oleh Prijono.
- Belum sempat memasang plang nama lembaga, pada 18 Februari 1960, kementrian ini berubah nama lagi menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan juga masih dijabat oleh Prijono.
- Pada 23 Oktober 1999, kementrian ini berubah menjadi Kementrian Pendidikan Nasional yang dijabat oleh Yahya Muhaimin.
- Pada 19 Oktober 2011, kementrian paling ekslusif satu ini berubah lagi menjadi Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan yang dijabat oleh Mohammad Nuh.
Apa yang dapat kita petik dari kondisi tersebut di
atas? Banyak, tapi mari kita ambil sisi psikologisnya saja sehingga kita dapat
membaca ada apa dibalik lembaga pendidikan terhormat kita yang satu ini
sehingga hampir selalu membingungkan karena terlalu banyak yang sangat
pintar mirip dengan sebuah wilayah pada jaman nabi Nuh dahulu.
- Selama 68 tahun berdirinya lembaga ini telah terjadi pertukaran Menteri sebanyak 26 kali. Artinya rata-rata menjabat satu menteri selama 2,61 tahun atau 31,38 bulan atau 941 hari termasuk hari libur nasional, minggu, cuti dan urusan pribadi. Apa yang dapat dilakukan oleh pejabat sekaliber Ki hajar Dewantara sekalipun jika masa jabatannya hanya seumur jagung? Belum lagi pertukaran posisi dilevel di bawahnya yang penuh dengan intrik-intrik membingungkan..
- Dalam 68 tahun berdirinya lembaga ini ada 26 menteri terjadi beberapa kali pergantian menteri sebanyak 3 kali dalam satu tahun yaitu pada masa menteri Wiranto Arismunandar (16 Maret 1998) kepada menteri Juwono Sudarsono (23 Mei 1988) lalu beralih lagi kepada Yahya Muhaimin (23 Oktober 1999). Lembaga seperti apa ini kalau tak mau disebut lembaga acak adul?
- Terlalu banyak pergantian nama lembaga, kesannya seperti tidak menghargai jasa dan dedikasi para pendahulu mereka, bahkan mungkin menganggap para pendahulu hanya sekumpulan orang-orang yang menganggur, tidak punya visioner dan program bahkan tidak bermutu. Akibatnya yang terjadi adalah hanya memikirkan pergantian nama lembaga saja dan menistakan fondasi dan program yang telah dirintis oleh para pendahulu di lembaga tersebut.
- Terlalu banyak orang pintar atau merasa diri lebih pintar pada laembaga ini sehingga program satu belum selesai muncul program lainnya dengan aneka silang pendapat yang tak habis-habisnya diantara sesama pejabat teras di lembaga tersebut.
- Setelah menteri Wardiman lengser dari lembaga ini pada 16 Maret 1998, kesannya lembaga ini dipenuhi oleh pejabat yang bergantung pada aroma politik teramat kental. Seolah para petualang politik dan mafia jabatan mengetahui persisi lembaga ini adalah sebuah lembaga yang amat menggiurkan bertabur tahta dan permata berlian, uang, harta dan aneka kenikmatan lainnya sehingga dijadikan sebagai kendaraan untuk menghasilkan dana untuk tujuan politik.
- Selama kurun waktu 68 tahun berdirinya lemabaga pendidikan ini aneka kebijakan dan terobosan yang namanya program dengan nama dan istilah spektakuler dan bombastis sejagad ini terus mengalir. Program demi progam berganti bagaikan air bah menerjang siapapun yang coba menghadangnya. Dari sejumlah program yang ada memang kita akui ada program yang mencapai sasaran, tapi ironisnya banyak juga tidak mencapai sasaran optimal seperti yang tertuang pada rencana awal pembentukan program.
- Sejak era Juwono (1999) lembaga pendidikan kita teramat kentara menjadi kendaraan politik dan menjadi sapi perah untuk kepentingan politik. Cita-cita pendidikan yang tercantum dalam UUD 1945 dan UU sisdiknas hanyalah hafalan di luar kepala, namun di dalam hati ternyata berselimut sejuta proyek bertabur uang dan jabatan.
Lihatlah kini, kita disuguhi lagi informasi pembatalan
UN di 11 Provinsi kawasan Timur Indoesia. Meskipun M Nuh hari ini menyatakan UN
itu bisa berlangsung, apakah bisa berlangsung secara berkualitas? Biasanya
pejabat memberikan pernyataan normatif ketika terdesak, bukan?
Lihat juga betapa semangatnya sebagaian pejabat kementrian
ini ketika mengupayakan berlakunya Kurikulum 2013, padahal DPR dan sebagian
insan pendidikan lainnya yang mengerti betul soal kurikulum dan pendidikan
menolak dan berdemonstrasi menentang kurikulum 2013 karena menilai program itu
tak lebih hanya proyek bagi-bagi fulus menjelang pemilu 2014.
Jika kemendikbud tidak peka terhadap kepentingan
masayarakat umum (meningkatkan mutu pendidikan tanpa berhaluan politik)
kelihatannya pengurus lembaga ini memang harus “ditenggelamkan” alias di
pensiunkan dini. Mungkin inilah perumpamaan metafora kisah nabi Nuh yang
dikaitkan dengan M Nuh yang kini mengelola sebuah wilayah (lembaga) yang paling
kompleks se jagad ini.
Ada pendapat positif tentang M Nuh. Sebenarnya
beliau baik-baik saja, tapi kepentingan internal di dalamnya sangat kompleks
sehingga sulit dikendalikan. Akhirnya secara lambat tapi pasti lembaga ini
telah menjelma menjadi lembaga bagi-bagi proyek mengtas namakan mutu
pendidikan..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar